Senin, 08 April 2013

Sekilas Tentang Sastra Kontemporer


Sastra kontemporer pada awalnya sangat tidak lazim di Indonesia, sastra yang lebih dominan dengan karakter klasik bangsa Indonesia dahulu yang mana seni pada saat itu lebih didominasi oleh karya-karya pujangga lama yang lebih mengedepankan sisi konvensionalnya. Kelahiran sastra kotemporer merupakan gebrakan awal yang diusung oleh sosok Sutardji C.B. Sastra kontemporer lahir karena adanya pergeseran nilai kehidupan dan tatanan dalam masyarakat secara menyeluruh dan tidak dipengaruhi dengan adanya kebiasaan masyarakat di sekitarnya. Pada dasarnya sastra kontemporer Indonesia lebih cenderung dipengaruhi oleh sastra Barat atau Eropa. Dan ciri salah satu karakter sastra kontemporer Indonesia adalah ” seni untuk seni “.

Sastra kontemporer merupakan bentuk seni yang mengobrak-abrik tatanan bahasa atau kata. Karakteristik sastra kontemporer dihuni oleh para pemburu dalam sejarah sastra suatu bangsa – bangsa, titik tolaknya adalah sastra yang sudah ada dalam masyarakat. Karakteristik yang sangat menonjol pada karya sastra kontemporer ini adalah karyanya yang sangat non – konvensional sehingga hal ini menjadi suatu mengapa dalam karya sastra ini cenderung kurang diminati oleh para pembaca pada umumnya. Ciri atau karakteristik sastra kontemporer atau sering disebut dengan sastra Avant Garde ini yaitu sastra yang sudah jelas penokohannya atau dan karakter tokoh.

Kritikus Umar Junus pernah menyatakan bahwa tradisi sastra Indsonesia modern adalah tradisi pembaharuan. Suatu karakter dari sastra kontemporer adalah karya seni yang menunjukkan gaya atau pokok yang digarap, khususnya yang dilaksanakan secara eksperimental. Karya semacam ini menyimpang dari kelaziman yang telah mentradisi. Tujuannya adalah mencapai keabsolutan seni. Menciptakan tingkat penciptaan yang setinggi – tingginya. Semboyannya jelas : ‘’seni untuk seni”. Mereka tidak peduli apakah karya semacam itu dapat dipahami oleh lingkungannya atau tidak. Mereka mencipta demi kemajuan bangsanya. Inilah sebabnya sering muncul tuduhan bahwa avant garde hanya berkarya untuk para kritikus seni yang berwibawa saja.

Dalam The Merriam-Webster Dictionary, pada kontemporer dituliskan sebagai marked by characteristic of the present period yang artinya sebagai “penunjuk pada dimensi waktu yaitu masa kini atau dengan lain perkataan karya-karya mutakhir yang dipublikasikan”. Sedang Avant garde merupakan penunjuk pada unsur pembaharuan pada segi tehnik maupun ide dari suatu karya seni. Karakteristik sastra kontemporer atau avant garde ini bertumpu kepada seni yang telah mentradisi. Karakteristik avant garde ini diciptakan oleh para seniman tidak dengan ‘’eksperiment’’ tidak dengan coba – coba tidak pula dengan lempar dadu. Para seniman pencipta karya sastra kontemporer ini bekerja melalui proses penciptaan yang panjang. Melalui pencarian yang panjang dan bertanggung jawab.

Sastra kontemporer adalah karya sastra yang muncul sekitar tahun 70-an, bersifat eksperimental, memiliki sifat-sifat yang “menyimpang” dari konvensi-konvensi sastra yang berlaku biasa atau umum. Sastra kontemporer muncul sebagai reaksi terhadap sastra konvensional yang sudah beku dan tidak kreatif lagi dan dianggap telah mendominasi eksistensi karya sastra. Bahkan sastrawan mudah merasa “sumpeg” dengan karya sastra yang telah ada karena merasa terbelenggu daya kreasinya. Sastra kontemporer merambah pada seluruh jenis karya sastra, seperti novel, puisi, dan drama. Tokoh-tokoh sastra ini pada zamannya termasuk sastrawan mudah pada tahun 70-an.

Representasi globalisasi itu semakin terlihat pada Angkatan 2000 sastra Indonesia (juga dapat dikatakan sebagai sastra kontemporer), kebebasan dalam tema, terutama mengenai perselingkuhan dan seksualitas perempuan yang lebih terbuka, berani, dan ekstrim.
Misalnya Ayu Utami dengan dua novelnya Saman dan Larung yang melakukan pemberontakan atas norma seksualitas dan menggambarkan tokoh perempuan dengan kehidupan yang lebih bebas. Empat sekawan tokoh perempuan dalam kedua novel itu digambarkan turut berperan dalam pergerakan bawah tanah yang selalu mengadakan demonstrasi-demonstrasi menentang kebijakan penguasa. Kedua novel itu juga bercerita tentang perselingkuhan dan kegiatan seksual yang dilakukan oleh keempat tokoh perempuan itu secara agresif. Dewi Lestari dengan tiga novelnya, yakni Supernova, Akar, dan Petir yang menggambarkan dunia sains, dunia maya dalam internet, kisah percintaan yang digambarkan melalui dunia maya tersebut.

Sumber:



0 komentar:

Posting Komentar

PEDAS BLOG:



Berisi berbagai informasi pengetahuan umum dan sastra, buku karya para penulis anggota grup PEDAS. Serta kegiatan Grup Pedas-Penulis dan Sastra.

Sekaligus sebagai media informasi PEDAS PUBLISHING. Sebagai penerbit Indi yang menerima naskah-naskah untuk diterbitkan sesuai keinginan si penulis. Dan buku-buku terbitan PEDAS PUBLISHING dapat diperoleh dengan sistem Print On Demand (POD). Lini penerbitan sudah mulai beroperasi. Ditandai dengan penerbitan buku antologi 135 Puisi Romantis: Cinta Dalam Empat Dimensi

 
Design by alisakit | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Cap Kaki Tiga Setia Manfaat