Senin, 29 April 2013

Aku, Galau, dan Tulisanku. Oleh . Annie L'Amm Huda

Dulu sewaktu aku masih jomblo, hari-hari terasa ringan kulalui bersama segudang aktifitas tulis-menulis. Aku termasuk salah satu penulis yang aktif di beberapa media online maupun offline. Ada kepuasan dan kebanggaan tersendiri ketika melihat tulisanku di sana-sini. Ada pula rasa haru, ketika sahabat-sahabatku kemudian histeris mengucapkan selamat dan mengelu-elukan prestasiku.

Semua berubah ketika aku punya cowok. Aktifitasku di dunia literasi turun drastis. Perlahan, namaku mulai pudar di grup-grup kepenulisan online. Aku menjadi sangat jarang menulis, bahkan mulai kesulitan menangkap ide dari tema yang sudah ditentukan di lomba tulis yang biasa kuikuti. Lama-kelamaan aku menjadi malas. Apalagi, pacarku menuntut lebih banyak perhatian, ia tak suka dengan hobi menulisku. Ternyata punya pacar tak semanis yang kubayangkan. Hubunganku dengan si dia tak berjalan mulus meski sudah kutinggalkan semua kesibukanku demi dia. Parahnya, aku justru akrab dengan kecewa, sedih, dan ... galau! Aku yang tak suka terlibat adu mulut saat bertengkar, membuatku akhirnya punya kebiasaan baru: Menulis di buku harian!

Mulai saat itu, semua yang kurasakan kutulis di buku harian. Saat aku sedih, kecewa, marah, aku menulis. Belakangan kusadari, bahwa ternyata punya cowok itu tidak selalu bahagia. Buktinya, isi buku harianku lebih banyak sedihnya ketimbang senangnya. Lebih banyak pahitnya ketimbang manisnya. Lebih banyak galaunya ketimbang bahagia.

Puncaknya, kami putus dengan alasan sudah tidak cocok lagi. Galau? Tentu saja. Aku butuh waktu berhari-hari untuk kembali menstabilkan jiwaku. Selama masa galau itu, kutulis semua unek-unekku. Kuungkapkan sedihku, kecewaku, juga marahku atas sikap dia selama ini. Anehnya, kata-kata sedih yang dramatis dengan diksi yang aduhai mengalir begitu mudahnya. Tidak seperti ketika aku masih berpacaran dengannya.

Seminggu kemudian, setelah aku merasa lebih baik, kubuka buku harianku. Kubaca semua tulisan dari awal hingga akhir. Aku sungguh terpana. Tak kusangka aku bisa menulis sebagus itu. Menurutku, tulisan-tulisan itu jauh lebih bagus daripada tulisan-tulisanku yang dulu. Semangatku seperti terbakar lagi untuk menulis. Dengan asa yang berkobar, aku mulai menulis status di akun Facebook: "Saat kamu sedih, menulislah! Saat kamu kecewa, menulislah! Saat kamu marah, galau, frustrasi, menulislah! Lalu ketika kamu sudah "normal", bukalah tulisan itu, maka kamu akan sadar, betapa berbakatnya kamu!

0 komentar:

Posting Komentar

PEDAS BLOG:



Berisi berbagai informasi pengetahuan umum dan sastra, buku karya para penulis anggota grup PEDAS. Serta kegiatan Grup Pedas-Penulis dan Sastra.

Sekaligus sebagai media informasi PEDAS PUBLISHING. Sebagai penerbit Indi yang menerima naskah-naskah untuk diterbitkan sesuai keinginan si penulis. Dan buku-buku terbitan PEDAS PUBLISHING dapat diperoleh dengan sistem Print On Demand (POD). Lini penerbitan sudah mulai beroperasi. Ditandai dengan penerbitan buku antologi 135 Puisi Romantis: Cinta Dalam Empat Dimensi

 
Design by alisakit | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Cap Kaki Tiga Setia Manfaat