Rabu, 24 April 2013

(Horor fiction) AMANAT IBU Oleh Elisa Koraag





Tiba-tiba kantukku hilang ketika cairan dingin tertumpah di wajah diikuti tangan kekar Ayah mengusap.  “Ada apa Ayah? Kita di mana?” tanyaku antara kaget, bingung, dan jengkel. Kulemparkan pandangan ke sekeliling, gelap dan tercium bau humus. “Kita masih di hutan?”
“Sssttt...,” Ayah meletakkan jari di bibirku. Lalu  tangannya membentuk teropong di telinga. Aku mengikuti gerakan Ayah. Mataku terpejam agar lebih konsentrasi dan sayup aku mendengar  suara binatang hutan yang terdengar antara marah dan kesakitan. Sontak jantungku berpacu lebih cepat, kubuka mata, Ayah tengah menatapku. Suara binatang itu kian mendekat. Ayah melepaskan tas dari punggungnya dan menyerahkan padaku.

"Diam dan jangan ke mana-mana! Ayah harus menuntaskan amanat ibumu.” Usai berkata seperti itu, lalu Ayah melompat. Reflek aku berbalik dan melihat ke arah Ayah melompat. Tapi aku hanya melihat sekejap lalu tak ada apa-apa. Rasa takut menguasaiku dan aku mencium bau amis.

Kini kusadari, inilah jawaban mengapa kemarin aku enggan menemani Ayah melakukan lintas malam. Sebuah kegiatan rutin yang bertujuan melatihku mengoptimalkan pancaindra. Sudah kulakukan sejak berusia  tujuh tahun. Setiap liburan sekolah aku pasti berlibur di kaki Gunung Salak, desa asal ibuku. Tapi ini adalah lintas malam pertama sejak ibuku meninggal enam bulan lalu. Tiba-tiba terdengar suara lolongan serigala dan harimau yang mengaum.  Membuyarkan kenanganku pada ibu dan berganti rasa takut yang menyelimuti jiwaku.

Berlatar bulan penuh, ada mahluk besar  berwajah menyeramkan, badannya kekar  wajahnya berbulu, ada taring di kedua sudut moncongnya, serupa srigala jejadian. Di depannya berdiri mahluk yang sama menyeramkan, otot kekar menonjol, berwajah harimau. Belang emas di tubuhnya berkilau tertimpa sinar bulan. Dalam hitungan seper sekian detik, keduanya bertarung.  Suara bak-buk, saling menghantam, dan lolongan atau auman marah mengiringi detak jantungku yang berdetak cepat bagai derap kaki kuda pacu.

Makhluk berbentuk harimau itu berhasil menggoreskan cakar ke tubuh lawannya. Lolongan lawan terdengar  marah. Harimau tak membiarkan lama, kembali menyerang, gerakan harimau lebih penuh perhitungan, lompatan memutar kerap membingungkan lawan. Dan berkali-kali cakar harimau meninggalkan jejak di tubuh lawannya. Cipratan cairan hitam yang kuyakini darah, terkibas bagai cat pelukis. Suara krak krek bagai kayu bakar patah terdengar saat keduanya saling memiting, menjepit, mencakar, dan menggigit. Aku takut, badanku bergemetar hebat, tapi mataku tak mampu beralih.

Dasar binatang! Keduanya terus berusaha mengoyak lawan tanpa  rasa kasihan, makhluk berbentuk serigala itu terlihat kelelahan. Kini keduanya memposisikan berhadapan, kembali  menyerang.  Satu sabetan cakar serigala menggores sisi kanan kaki depan harimau. Goresan membuat harimau  kian ganas. Harimau mengaum, terdengar garang dan kali ini harimau menerjang. Gigitan pada leher samping dengan cengkeraman dua cakar pada kepala, membuat lawannya tak bergerak. Harimau menggerak-gerakkan kepala, berusaha menggigit, memutuskan kepala lawan dan kudengar suara krek seiring kepala lawan yang terkulai. Harimau melepaskan diri , menjauh dari tubuh lawan yang langsung jatuh. Berdiri dengan  dua kaki, mata  nyalang, lalu mengaum keras. Sisa-sia darah masih menetes dari gigi geliginya. Makhluk berbentuk harimau itu diam seperti menunggu. Berdiri menatap bulan. Saat bulan tertutup awan,  matanya meredup, menjatuhkan kedua kaki depan, ia kembali layaknya binatang berkaki empat.
*****
Aku terbangun, saat hidungku mencium aroma daging panggang. Perlahan kubuka kedua mata, kulihat Ayah tengah memanggang ayam, cipratan darah  memenuhi tubuh Ayah yang tak berbaju. Ada goresan panjang di lengan kanannya, tapi luka lama. Hmm..., aku pasti bermimpi. Elisa Koraag, terinspirasi tema Beranda FF Grup Pedas, 24 April 2013.

0 komentar:

Posting Komentar

PEDAS BLOG:



Berisi berbagai informasi pengetahuan umum dan sastra, buku karya para penulis anggota grup PEDAS. Serta kegiatan Grup Pedas-Penulis dan Sastra.

Sekaligus sebagai media informasi PEDAS PUBLISHING. Sebagai penerbit Indi yang menerima naskah-naskah untuk diterbitkan sesuai keinginan si penulis. Dan buku-buku terbitan PEDAS PUBLISHING dapat diperoleh dengan sistem Print On Demand (POD). Lini penerbitan sudah mulai beroperasi. Ditandai dengan penerbitan buku antologi 135 Puisi Romantis: Cinta Dalam Empat Dimensi

 
Design by alisakit | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Cap Kaki Tiga Setia Manfaat